Rabu, 19 Oktober 2011

Analisis Teori Elit Politik

Teori elit adalah teori yang bersandar pada kenyataan bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori luas yang mencakup :
  1. Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah, dan
  2. Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.
Meskipun pada mulanya teori ini diperuntukan untuk Eropa Barat dan Tengah sebagai kritik terhadap demokrasi dan sosialisme, tapi oleh sejumlah ilmiawan Amrika, ia diserap dengan baik untuk menjelaskan proses-proses politik yang ada di negara mereka dan negara-negara demokrasi lainnya.
            Konsep dasar teori elit adalah di dalam kelompok penguasa (the rulling class), selain ada elit yang berkuasa (the rulling elite), ada juga elit tandingan yang mampu meraih kekuasaan melalui massa jika elit yang berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Artinya massa memegang kontrol jarak jauh atas elit yang berkuasa tetapi karena mereka tidak begitu acuh dengan permainan kekuasaan, maka tak bisa diharapkan mereka akan menggunakan pengaruhnya.
            Yang mendorong elit politik atau kelompok-kelompok elit untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah menurut para teoritisi politik karena hanya dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan. Politik, menurut mereka merupakan permainan kekuasaan dan karena individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman nilai-nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut, maka upaya pun mereka lakukan untuk memindahkan penekanan dari para elit dan kelompok kepada individu.
            Tujuan politik adalah memaksa dan mendorong individu untuk membentuk kelompok-kelompok, serta mengaktualisasikan dirinya di dalam kelompok-kelompok tersebut. Menurut Renzo Sereno, teori elit politik telah mengurangi ruang lingkup studi tentang politik pada pembahansannya atas studi tentang hubungan kekuasaan saja, dan Roy Macridis juga menegaskan hal yang sama tentang analisis kelompok dengan menggambarkannya sebagai suatu bentuk determinisme yang kasar. Kepentingan, katanya merupakan kekuatan pendorong yang utama dan setiap tindakan manusia didasarkan atas kepemilikan kepentingan. Konfigurasi kekuasaan pada dasarnya adalah konfigurasi kepentingan-kepentingan yang berjuang dan berlomba, yang terorganisasikan dalam kelompok.
Teori elit politik lahir dari diskusi para ilmiawan sosial Amerika pada tahun 1950-an, antara Schumpeter (ekonom), Lasswell (ilmiawan politik), dan sosiolog C. Wright Mills, yang melacak tulisan-tulisan dari pemikir Eropa pada masa awal munculnya Fasisme.
Menurut Pareto, mereka yang menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu yang terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit adalah orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik, bajingan, atau para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan masyarkat yang berbeda itu pada umumnya datang dari kelas yang sama; yaitu orang-orang yang kaya dan pandai, mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang musik, karakter moral, dan sebagainya.
Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari dua kelas yaitu :
1. Lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elite), dan elit yang tidak memerintah (non-governing)
2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit.

Konsep pergantian elit juga dikembangkan oleh Pareto. Ia mengemukakan berbagai jenis pergantian elit, yaitu pergantian:
1. di antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri
2. di antara elit dengan penduduk lainnya.
Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan:
a.  individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada
b. individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam suatu kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.

Mengenai penyebab runtuhnya elit yang berkuasa, Pareto menjawab pertanyaan ini dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai kelompok elit yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto mengembangkan konsep residu. Konsep ini didasarkan pada perbedaan antara tindakan logis dan non-logis dari individu-individu dalam kehidupan sosialnya.
Yang dimaksud tindakan logis adalah tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan yang dapat diusahakan serta mengandung maksud pemilikan yang pada akhirnya dapat dijangkau. Sedangkan yang dimaksud residu adalah kualitas-kualitas yang dapat meningkatkan taraf hidup seseorang, dan sementara dia menyusun suatu daftar enam residu, ia mengikatkan kepentingan utamanya pada residu "kombinasi" dan residu "keuletan bersama" dengan bantuan elit yang memerintah, yang berusaha melestarikan kekuasaannya. Dalam pengertian sederhana, residu kombinasi diartikan sebagai kelicikan, dan residu keuletan bersama berarti kekerasan.
Selain Pareto, Gaetano Mosca (1858-1941) juga mengembangkan teori elit politik secara lebih jauh. Ia menegaskan bahwa hanya ada satu bentuk pemerintahan, yaitu Oligarki. Mosca menolak dengan gigih klasifikasi pemerintahan ke dalam bentuk-bentuk Monarki, Demokrasi, dan Aristokrasi.
Menurut Mosca, selalu muncul dua kelas dalam masyarakat, yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang pertama, yang biasanya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan. Sementara kelas yang kedua yang jumlahnya lebih besar, lebih legal, terwakili dan keras serta mensuplai kebutuhan kelas yang pertama, paling tidak pada saat kemunculannya, dengan instrumen-instrumen yang penting bagi vitalitas organisme politik.
Jadi, semakin besar suatu masyarakat politik, maka akan semakin kecil proporsi memerintah yang diatur oleh, dan semakin sulit bagi kelompok mayoritas untuk mengorganisir reaksi mereka terhadap kelompok minoritas.
Seperti halnya Pareto, Mosca juga percaya pada pergantian elit politik. Namun karakteristik yang membedakan elit adalah kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik. Sekali kelas memerintah tersebut kehilangan kecakapannya dan orang-orang di luar kelas itu menunjukkan kecakapan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa yang baru.
Mosca juga percaya pada sejenis hukum yang mengatakan bahwa dalam elit yang berkuasa, tidak lagi mampu memberikan layanan-layanan yang diperlukan oleh massa, atau layanan yang diberikannya dianggap tidak bernilai, atau muncul agama baru, atau terjadi perubahan pada kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat, maka perubahan adalah sesuatu yang tidah dapat dihindari.
Penguasaan mayoritas atau minoritas menurut Mosca, dilakukan dengan cara yang terorganisasi, yang menempatkan mayoritas tetap berdiri saja dibelakang, apalagi kelompok minoritas biasanya terdiri dari individu-individu yang superior.
Kalau Pareto menyebutkan kelas politik yang berisikan kelompok-kelompok sosial yang beraneka ragam, Mosca meneliti komposisi elit lebih dekat lagi dengan mengenali peran “kekuatan sosial” tertentu. Ekspresi yang digunakannya bagi “elit bukan pemerintah”-nya Pareto, dalam mengimbangi dan membatasi pengaruh kekuatan sosial lainnya, Mosca memperkenalkan konsep “sub-elit” yang pada prakteknya berisi seluruh kelas menengah baru dari para pegawai sipil, manager industri, ilmiawan dan mahasiswa serta menganggapnya sebagai elemen vital dalam mengatur masyarakat. Stabilitas organisme politik apapun tergantung pada tingkat moralitas, kepandaian dan aktivitas yang diusahakan oleh kedua ini.
Mosca percaya dalam setiap masyarakat, elit yang memerintah mencoba menemukan basis moral dan hukum bagi keberadaannya dalam benteng kekuasaan serta mewakilinya sebagai konsekuensi yang perlu dan logis atas doktrin-doktrin dan kepercayaan-kepercayaan yang secara umum telah dikenal dan diterima.
Kenyataan bahwa kebijakan-kebijakan kelas penguasa, meskipun dirumuskan sesuai dengan kepentingannya sendiri, dikemukakan dalam bentuk yang sebaliknya dengan memberikan kepuasan moral dan hukum yang terkemas di dalamnya.
Menurut Mosca, suatu masyarakat tentu membutuhkan dan mendambakan suatu perasaan yang dalam akan pemenuhan tuntutan manusiawinya bahwa orang harus diperintah atas dasar prinsip moral dan bukan sekedar dengan paksaan fisik. Inilah factor yang mendukung pengintegrasian lembaga-lembaga politik, rakyat, dan peradaban. Oleh karenanya Mosca memahaminya sebagai suatu instrumen kohesi moral.
Nama Roberto Michels (1876-1936) berhubungan dengan apa yang dikenal sebagai iron law of oligarchy atau hukum besi oligarki yang dinyatakannya sebagai satu dari banyak hukum yang besi dalam sejarah, di mana sebagian masyarakat demokrasi modern, dan dalam masyarakat itu sendiri, serta partai-partai yang sudah demikian berkembang tidak dapat lagi melepaskan diri darinya.
Faktor utama yang mendukung hukum ini adalah unsur organisasi. Tak ada gerakan ataupun partai yang bisa berharap akan bisa memperoleh hasil dalam zaman modern ini tanpa organisasi. Pendeknya organisasi merupakan cara lain untuk menegakan “oligarki”.
Sebagai suatu gerakan atau partai yang tumbuh makin besar, makin banyak fungsi yang harus diserahkan kepada pimpinan pusat, dan dengan berjalannya waktu, anggota-anggota organisasi tersebut berkurang kewenangannya untuk mengatur  dan mengawasi mereka, sehinnga akibatnya para penguasa mempunyai kebebasan besar untuk bertindak dan menyuarakan kepentingan pribadinya dalam posisi mereka.
Namun, jika hukum telah dilangkahi untuk mengawasi dominasi para pemimpin, hukum itulah yang berangsur-angsur melemah, dan bukannya para pemimpin tersebut. Ini terjadi jika seorang pemimpin mencapai puncak kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar